HUTA Bangso Batak

Segenap alam semesta bersifat mistis dalam kepercayaan tradisional masyarakat Batak. Tempat tinggal orang Batak merupakan suatu hal yang jelas memperlihatkan pembauran antara keduniawian dan kerohanian. Sejak dulukala orang Batak itu sudah mempunyai pemukiman yang khas, berupa desa-desa yang tertutup dan membentuk masyarakat kelompok kecil atau di disebut HUTA. Semua huta biasanya dikelilingi tembok batu dan tanah, yang dita nami bambu duri yang sangat rapat, sehingga hampir sama sekali tidak dapat ditembus manusia. Gerbang sempit (harbangan) jalan masuk ke dalam kampung. Setiap huta (kampung adat) orang Batak Toba, dapat menampung sepuluh sampai tiga puluh rumah. Di ujung kampung terdapat pohon beringin (baringin) besar, yang rupanya melambangkan pohon kehidupan, sebagai media penghubung antara Dunia Tengah (Banua Tonga) dengan Dunia Atas (Banua Ginjang). 



Di dalam huta biasanya berdiri kokoh rumah-rumah adat sebagai tempat tinggal keluarga milik masyarakat. Rumah ini biasa disebut SOPO. Selain mempunyai bentuk yang indah, sopo juga dibuat seluruhnya dari balok dan papan kayu, tanpa paku atau pun baut. Rumah adat Batak Toba memiliki mempunyai corak yang paling khas dan sangat kaya akan ukiran. Rumah tersebut terdiri dari tiga bagian utama.

1. TARUMA atau TOMBARA
Bagian pertama adalah TARUMA atau TOMBARA (bagian bawah rumah adat, kolong rumah). Di daerah Toba taruma merupakan ruangan terbuka, dengan kisi-kisi balok kayu bersilang, yang selain dipergunakan sebagai tempat penyimpanan kayu bakar dan bambu, juga dipakai sebagai kandang ternak, sehingga lembu, kerbau, babi dan ayam hidup di bawah lantai bagian yang didiami keluarga. Jalan masuk menuju kediaman adalah melalui tangga yang mempunyai lima atau tujuh anak tangga. Tangga masuk ini pada rumah kuno berdiri miring dari bawah menembus lantai rumah, sedangkan pada rumah yang lebih baru disandarkan pada bagian depan rumah, tepat di muka pintu masuk, yang selalu menghadap ke halaman desa. Tangga ini umumnya dibuat dari kayu, tetapi ada yang dibuat dari batu, seperti dapat dilihat di kampung Ambarita. Taruma atau tombara menyimbolkan Dunia Bawah (Banua Toru).

2. JABU
Bagian kedua adalah JABU (bagian tengah, bagian yang didiami). Bagian ini terletak kira-kira 1,50 meter di atas permukaan tanah. Bagian ini sama sekali tidak memiliki dinding penyekat, dan begitu malam tiba, semua keluarga yang tinggal bersama-sama di rumah itu, menggunakan tikar sebagai tabir pembatas di tempat yang sudah sempit itu. Pada siang hari, seluruh ruangan dikosongkan, dan di situlah keluarga itu secara bersama-sama menggunakan dua atau tiga tungku (tataring) untuk memasak. Di atas masing-masing tungku itu terdapat para-para, tempat penyimpanan peralatan makan dan alat dapur. Bagian kedua ini menyimbolkan Dunia Tengah (Banua Tonga).

3. ATAP
Sedangkan bagian terakhir dari SOPO adalah ATAP. Letak atap berada sangat tinggi di atas lantai, sehingga tidak perlu adanya saluran keluar untuk asap. Balok-balok diatur sedemikian rupa, sehingga dapat dipakai sebagai penyanggah, dan juga sebagai tempat menggantungkan alat rumah tangga dan perbekalan. Telah disebutkan sebelumnya, bahwa pada bubungan ataplah mazbah keluarga atau raga-raga tergantung. Karena sopo sebagai lumbung padi semakin lama semakin tidak digunakan, maka dengan sendirinya tempat tinggal utama semakin sempit, karena sebagian lantai digunakan untuk tempat meletakkan perbekalan makanan. Pembangunan rumah dilaksanakan secara gotong royong, juga mempunyai nilai keagamaan: sejumlah kewajiban dan pantangan perlu ditaati sebelum membangun rumah, dan untuk itu ada upacaranya tersendiri. Keindahan bagian ini hanya dapat dipandang dari dalam ruangan tempat tinggal. Bagian ini menyimbolkan Dunia Atas (Banua Ginjang)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Baca juga artikel tentang